KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah kami
yang berjudul “Penerapan
Terapi Modalitas Pada Lansia Dikeluarga “ ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini kami susun sesuai
dengan kebutuhan para pembaca, dosen dan tenaga kesehatan lainnya yang haus
akan bahan bacaan.Terima kasih yang tak terhingga kami ucapkan kepada
semua pihak yang telah membantu kami, sehingga makalah ini dapat kami susun
dengan baik .
Kritik dan saran yang membangun
sangat kami butuhkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.Besar harapan
kami agar makalah ini bisa bermanfaat bagi para perawat pada khususnya dan
tenaga kesehatan pada umumnya.
Baubau, 12 April 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
......................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3.
Tujuan Penulisan....................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
1.1.
Definisi Dari Terapi Modalitas Pada
Lansia............................. 3
1.2. Jenis-Jenis Dari Terapi Modalitas Pada Lansia ....................... 3
1.3. Macam-Macam Dari Terapi Modalitas Pada Lansia ............... 5
1.4. Program-Program Pada Lansia ................................................ 15
1.5. Peran Tim Medis Pada Terapi Modalitas ................................. 17
1.6. Teknik
Pada Terapi Modalitas................................................ 18
1.7. Farmakoterapi
Pada Lansia ..................................................... 22
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan............................................................................. 24
3.2.
Saran....................................................................................... 24
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penuaan
adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan
meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang
yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada
organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel
serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Pada
hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan
masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak
perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi
oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor
biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial.
Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini
memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga lanjut
usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke,
Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat
menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit
kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh
individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu,
selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila
menimbulkan penyakit fisik.
Oleh
karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu
instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi
lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi
tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana
lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan apabila
dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam keadaan
ini maka upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus
dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam penyusunan makalah ini yaitu :
1.1.
Apa definisi dari
terapi modalitas pada lansia ?
1.2. Apa
jenis-jenis dari terapi modalitas pada lansia ?
1.3. Apa
macam-macam dari terapi modalitas pada lansia ?
1.4. Apa
program-program pada lansia ?
1.5. Apa Peran Tim Medis Pada Terapi Modalitas
1.6. Apa teknik pada terapi modalitas
1.7. Bagaimana farmakoterapi pada lansia
1.3
Tujuan Penyusunan
Adapun tujuan penyusuna
makalah ini yaitu :
1.1.
Untuk mengetahui
definisi dari terapi modalitas pada lansia
1.2.
Untuk mengetahui jenis-jenis dari terapi modalitas pada lansia
1.3.
Untuk mengetahui macam-macam dari terapi modalitas pada lansia
1.4.
Untuk mengetahui
penerapan terapi modalitas pada lansia
1.5. Untuk mrngrtahui
Peran Tim Medis Pada Terapi Modalitas
1.6. Untuk mengetahui teknik pada terapi modalitas
1.7. Untuk mengetahui farmakoterapi pada lansia
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Definisi Terapi
Modalitas
Terapi modalitas adalah Kegiatan yang
dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia. Terapi ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas
mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak
terapi atau penyembuhannya.
Tujuan :
·
Mengisi waktu luang
bagi lansia
·
Meningkatkan kesehatan
lansia
·
Meningkatkan
produktifitas lansia
·
Meningkatkan interaksi
sosial antar lansia
1.2.Jenis-Jenis Dari Terapi
Modalitas Pada Lansia
1. Psikodrama
·
Bertujuan untuk
mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah
lansia.
2. Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK)
·
Terdiri atas 7-10
orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar
pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan Leader,
Co-Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar,
dan lain-lain.
3. Terapi
Musik
·
Bertujuan untuk
mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang
masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan gamelan
4. Terapi
Berkebun
·
Bertujuan untuk melatih
kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang. Misalnya : penanaman
kangkung, bayam, lombok, dll
5. Terapi
dengan Binatang
·
Bertujuan untuk
meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya dengan bermain
bersama binatang. Misalnya : mempunyai peliharaan kucing, ayam, dll
6. Terapi
Okupasi
·
Bertujuan untuk
memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau
menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. Misalnya : membuat kipas,
membuat keset, membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang
mudah di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll),
menjahit dari kain, merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari,
membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll)
7. Terapi
Kognitif
·
Bertujuan agar daya
ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas cermat, mengisi TTS,
tebak-tebakan, puzzle, dll
8. Life
Review Terapi
·
Bertujuan untuk
meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman
hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
9. Rekreasi
·
Bertujuan untuk
meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan melihat
pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda,
rekreasi ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara, dll.
10.
Terapi Keagamaan
·
Bertujuan untuk
kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa nyaman.
Seperti menggadakan pengajian, kebaktian, sholat berjama’ah, dan lain-lain.
11. Terapi
Keluarga
·
Terapi keluarga adalah
terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan
(treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah
keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya.
·
Dalam terapi keluarga
semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari
masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan
demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah
yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya
masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga
dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
1.3. Macam-Macam Terapi
Modalitas Pada Lansia
1) Terapi Review Kehidupan
Satu dari
pendekatan yang paling terkenal terhadap pengobatan usila adalah dengan
menggunakan Review Kehidupan/Life Review (Butler, 1963, Butler dan Lewis,
1981).
Butler dan
Lewis (1981) menjelaskan bahwa Therapi Review Kehidupan adalah lebih ekstensif
daripada pengingatan kembali masa lampau secara sederhana, walaupun
kenang-kenangan merupakan komponen utama dalam pendekatan ini. Mereka juga
menjelaskan bahwa pemerolehan suatu otobiografi yang ekstensif dari manula
adalah penting (tergantung pada keragaman sumber misalnya : album keluarga,
silsilah keluarga), dengan membiarkan mereka mengatur hidupnya
sendiri. Oleh karena itu, konflik-konflik intrapsikis, hubungan keluarga,
keputusan tentang keberhasilan dan kegagalan, penyelesaian masalah dan
klarifikasi dari nilai-nilai yang dimiliki manula adalah potensial untuk
memberikan keuntungan yang diperoleh melalui life review yang dilakukan
secara individu atau kelompok.
Tetapi
review kehidupan dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat frustasi dan
menyakitkan untuk banyak manulau yang mungkinmemperoleh dukungan emosional dari
seorang penasehat (konselor) selama periode waktu yang lama untuk mengatasi
hasil tambahan (by product) dari proses ini (putus asa, rasa bersalah,
permusuhan).
Sherwood
dan Mor (1980 : 867) menunjukan bahwa kenang-kenangan (life review) therapy
paling baik dipergunakan dalam suatu lingkungan yang suportif untuk menciptakan
kembali identitas orang yang sudah lanjut usia “untuk kembali dari keadaan
ketidaksesuaian (dissonance) yang disebabkan oleh kesadaran bahwa usia lanjut
tidak memungkinkan untuk menikmati hidup sepuas-puasnya seperti harapan dirinya
dimasa lampau”.
Sherwood
dan Mor (1980) mencatat bahwa kenang-kenangan mungkin tidak cocok bagi manula
yang memiliki riwayat “kelainan sosial dan psikologis” . Juga kegunaanya
mungkin terbatas bagi manula yang memiliki sumber-sumber interpersonal
(interpersonal resourses) seperti : anak, istri/suami, teman, cucu atau bagi
mereka yang kebutuhannya untuk tidak menerima pengalaman-pengalaman yang
menyakitkan (dan bagi mereka yang menjadikan penolakan sebagai pendekatan
seumur hidup terhadap masalah-masalahnya) lebih besar dari
keuntungan-keuntungan proses review kehidupan (sebagai suatu persiapan untuk
kematian) bukanlah cirri-ciri khusus bagi manula secara keseluruhan ( Hayslip
dan Martin, 1985).
2) Orientasi Realitas
Realitas (RO)
menekankan pada pengurangan kebingungan/disorientasi (biasanya dikerjakan dalam
suatu institusi), dan mungkin sangat terstruktur, dengan menekankan orientasi
pada waktu, tempat dan orang atau secara intensif selama 24 jam.
Karena ini
melibatkan suatu perubahan lingkungan (melibatkan staf dan keluarga), cara ini
serupa dengan pengobatan lingkungan pergaulan (Folsom, 1968). Studi yang
berhubungan dengan RO cenderung deskriptif dengan peningkatan yang bersifat
umum atau pulang dari institusi tersebut merupakan tujuan utama (Sherwood dan Mor,
1980), Penelitian ini secara metodologi memiliki kekurangan (misalnya tidak
melakukan pengontrolan terhadap harapan staf akan peningkatan).
Penelitian
yang dilakukan oleh Zelpin, Wolfe dan Kleinplatz (1981) menunjukan bahwa RO
adalah efektif dalam menurunkan disorientasi (relatif terhadap kontrol), tetapi
efektifitas ini terbatas bagi manula yang tidak mengalami disorientasi berat
atau yang lebih muda. Penulis menarik kesimpulan bahwa “Walaupun ada
keterbatasan efektifitas dari RO, RO berguna sebagai suatu alat untuk
mengorganisasikan perhatian terhadap mereka yang dosrientasi sehingga dapat
menghindari kebijakan-kebijakan penjagaan yang tidak pada tempatnya (Zelpin
dkk. 1981 : 77).
Zelpin dkk
(1981) dan Storand (1978) keduanya menunjukan bahwa keterikan pada suatu
pengobatan yang kaku sering membatasi efektifitas dari RO. Mengingat RO dapat
dipergunakan oleh staf nonprofessional (pembantu perawat), penggunaannya harus
fleksibel, dan mungkin terbatas pada manula yang tidak begitu disorientasi
(Storand : 1978). Dilain pihak, Storand mencatat bahwa pasien yang
disorientasinya sedikit banyak menunjukan rasa permusuhan apabila terpapar
dengan RO secara sama, sehingga memerlukan waktu dan upaya tambahan bagi staf
untuk mengatasi rasa marahnya.
Seperti
Hayslip dan Kooken (1982 : 295) tunjukan, “ partisipasi seperti dapat dengan
baik mencegah penurunan kognitif yang mungkin diakibatkan oleh kurangnya
stimulasi. Prinsip yang paling penting
yang harus diingat adalah perlu ada keterpaparan terhadap tuntuan untuk memproses
dan memperoleh kembali informasi, atau dalam istilah sederhana “latihan
berfikir”.
Ketrampilan
berpikir tidak boleh dihentikan untuk waktu yang lama karena dapat menyebabkan
kerusakan-kerusakan baik bersifat eksperiensial maupuin organic. Tujuan utama
therapist adalah selalau membuat manula aktif. Berbeda dengan psikotherapi
dengan kelompok umur lainnya, therapy ini memerlukan sesi satu atau dua kali
sehari, jika tidak, sumber stimulasi lainnya untuk klien akan muncul dan dapat
tertanam.
3) Remotivasi
Remotivasi
juga dapat dilakukan dengan bantuan perawat, memiliki prinsip bahwa bagian yang
sehat dari kepribadian seseorang dapat diaktifkan. Penerima therapy ini dapat
“Menjembatani” klien dengan realita, reinforcement asintraksi kelompok dan
“Penemuan kembali” aktifitas-aktifitas sebelumnya yang memuaskan.
Tujuan dari
pendekatan remotivasi ini adalah peningkatan kompetensi social, kemampuan self
care dan tingkat aktifitas. Bukti-bukti menunjukan bahwa tehnik remotivasi ini
memenuhi tujuan seperti diatas untuk orang-orang lanjut usia yang dirawat
dipanti-panti jompo (tehnik remotivasi ini juga sudah digunakan pada
orang-orang usila yang berada di masyarakat). Namun ada beberapa indikasi bahwa
keefektifan tehnik ini berbeda-beda sesuai dengan posisi klien.Storand (1978 :
286) menyatakan bahwa tehnik remotivasi ini tidak harus dipandang sebagai
sesuatu hal yang memerlukan penelitian yang lebih mendetail untuk menentukan
aspek-aspek mana dari prosedur yang paling menguntungkan, mengingat hal itu
dapat merugikan pasien sendiri. Yang perlu diingat bahwa remotivasi ni pada
awalnya berpengaruh sangat besar dan bila sudah tertarik dan berminat berminat
maka remotivasi ini paling banyak digunakan oleh perawat dan pasien.
4)
Therapi Milieu/ Manipulasi Lingkungan
Therapy
mipieu dilakukan dengan menciptakan suatu “Komunitas therapeutic” dimana
seluruh fase interaksi paien-pasien usila dengan perawat dirancang sedemikian
rupa sehingga menguntungkan pasien . Therapi ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan social, memperbersar tanggung jawab terhadap aktifitas sendiri dan
meningkatkan harga diri.
Asumsi,
yaitu :
§
Perawatan pasien harus manusiawi dan tidak menghukum
§
Pelaksana therapy Milieu akan meningkatkan pengelolaan
ruang perawatan
§
Therapi Milieu berkaitan langsung dengan sumber-sumber interpersonal
dalam lingkungan sekitarnya.
Storand
juga menunjukan bahwa therapy Milieu ini akan berfungsi dengan baik pada pasien
usila yang memiliki gejala psikotik secara emosional tetapikemampuankognitifnya
masih utuh. Dengan demikian pasien usila yang masih bersikap bermusuhan dan
mengamuk akan sulit ditangani dengan therapy Milieu. Ia mencatat bahwa meskipun
memiliki kelemahan (misalnya tanggung jawab yang sedikit pada pasien atau
terjadi penyimpangan /perbedaan tujuan antara pasien dengan perawat) namun
harus diakui bahwa therapy sangat bermanfaat bagi pasien usila terutama yang
menjadi apatis dan tidak responsive sebagai akibat dari perawatan/ pengobatan
sebelumnya. Sebagai tambahan, selain dari therapy Milieu ini ada beberapa tehnik
“Manipulasi Lingkungan” yang berguna dalam menghadapi situasi diatas. Seperti
yang telah dijelaskan oleh Fozard dan Popkin (1978), Manipulasi lingkungan
kecemasan, disorientasi dan kebingungan pada pasoen-pasien usila. Tehnik
Milieu/Manipulasi lingkungan ini meliputi :
·
Berbicara lebih jelas dan lebih keras
·
Memperendah kekuatan suara tetapi volume suara
ditingkatkan (seperti pada telepon dan bel pintu)
·
Memperbanyak petunjuk-petunjuk visual lewat kode-kode
warna
·
Menghindari cahaya/warna yang menyilaukan misalnya
dengan penggunaan cat bernuansa datar secukupnya.
·
Mengatur cahaya agar redup
·
Merancang area pribadiMenggunakan tanda-tanda/symbol-simbol yang konkrit
sambil meningkatkan fungsi memori
Rodin dan Langer (1976 dan 19770
menjelaskan tentang adanya keuntungan-keuntungan lain dari tehnik ini seperti :
Meningkatkan kesehatan fisik, moral dan harga diri, bila disertai :
·
Mengatur jam kunjung
·
Dapat memilih salah saatu makanan dari berbagai jenis makanan yang ada
untuk makan siangnya
·
Dapat menanam tanaman diruang/pot atau luar
ruangan
·
Tindakan lain yang bisa mendukung keefektifan ini
adalah :
·
Memberi imbalan/reward (seperti : kue, uang dan
hadiah) untuk aktifitas yang telah dilakukan
·
Menyediakan permainan (seperti teka-teki, game) atau
rekreasi
·
Mengijinkan pasien untuk makannya dan merancang
dekorasi/furniture diruangannya.
Keberhasilan tehnik ini dipengaruhi oleh kemampuan self care, tingkat
aktifitas, dengan orang lain. Therapi lain yang dapat dilakukan pada pasien
usila adalah : psikotherapi individu, therapy kelompok /keluarga , therapy
perilaku dan penanganan psikofarmakologi.
5) Terapi Kelompok
Therapi kelompok adalah alternatif lain untuk perawatan lansia dan
seringkali digunakan untuk suatu kelompok dan institusi. Hayslip dan Kooken
(1982 : 295) menyatakan “Ciri therapy kelompok pada lansia adalah
ketergantungan pada kebutuhan-kebutuhan dapat digunakan untuk keuntungan
mereka. Pendekatan ini digunakan pada beberapa bentuk dari issue yang berorientasikan
diskusi kelompok, untuk kelompok yang dirancang untuk merangsang
verbalisasi/interaksi antar anggota kelompok, untuk kelompok khususnya untuk
meningkatkan kemandirian dan perasaan positif terhadap diri
sendiri. Ini akan membuahkan hasil yang realistis, sampai berfokus
pada beberapa klien yang kuat yang menjadi kepaduan kelompok. Therapi kelompok
sering menggunakan berbagai variasi seperti therapy seni, therapy tari/therapy
musik untuk orang lanjut usia.
Hardfort (1980) mengatakan bahwa bervariasinya latar belakang dimana metode
kelompok ini dapat digunakan telah melalui 3 dekade : perawatan rumah-rumah,
perawatan dirumah-rumahsakit, privat homes daycare centers, komunitas,
seniorcenter-sebiorcenter.
Ia menjelaskan bahwa banyak tujuan-tujuan yang efektif dengan menggunakan
metode kelompok ini :
1.
Perkembangan individu (rehabilitasi)
2.
Pengembangan hubungan interpersonal
3.
Peningkatan pemecahan masalah
4.
Perubahan segera apa yang ada disekelilingnya
5.
Perubahan-perubahan dalam system social/institusi
6.
Perubahan-perubahan sikap dan nilai-nilai dalam
anggota kelompok
7.
Perubahan-perubahan berkenaan dengan
sikap/perkembangan
Hartford (1980) status kelompok-kelompok banyak menggunakan usia, contoh
untuk daya tahan berhubungan dengan dunia nyata dan dengan masyarakat
sebelum terjalin hubungan antara keduanya. Kemudian hak untuk fisik atau
masalah-masalah emosional, untuk anggota perkembangan dan perbaikan, untuk
pengetahuan baru dan menambah kelangsungan hidup. Sebagai pencahayaan,
orientasi kenyataan sebelum dimotivasi, tinjauan hidup, therapy seni, therapy
pekerjaan, therapy tarian dan therapy musik untuk tempat pertimbangan yang
spesifik. Dalam hal ini digunakan untuk perlakuan kelompok. Sebagai peran
pemimpin kelompok, membantu sebagai fasilitasi diskusi, menyediakan susunan,
memberikan definisi goal, menjelaskan apakah dia saat itu berperan atau dengan
suportif pasif sederhana.
Hardfort (1980) mencatat kelompok therapy sesekali memerlukan keahlian dan
menggunakan tindakan preventif guna memperbaiki pengertian. Sunggah menyedihkan
bagaimanapun suatu penggunaan kelompok therapy dengan usia relatif tanpa
kritik, jelas kekurangan pengertian penelitian, kelompok-kelompok pemakai rumah
untuk orang tua, pelajaran “kelompok” dimana rumah untuk orang tua sebagai
subyek. Buku metodologi kelompok pekerjaan praktis dengan orang tua, atau
contoh pekerjaan dengan rumah untuk orang tua, di buku “kelompok metode” celah
acara-acara penting (diantaranya riset dan practice) pada (Harford, 1980).
6) Psikoanalisa
Psikotherapi dilakukan Freud pada tahun 1924 dengan teorinya Psikoanalisa.
Dalam teori ini pemberian pertolongan sangat dipengaruhi emosi. Freud
juga melihat bahwa banyak hambatan dalam mengeluarkan buah pikiran. Hambatan
ini terjadi akibat adanya kekuatan tertentu yang sering tidak didasari dan
ingatan tentang hal-hal yang mencemaskan atau menyakitkan akan muncul kembali
(tidak masuk ke alam sadar).
Menurut Freud struktur kepribadian manusia meliputi :
Ø
Ego
: berdasar prinsip realitas
Ø
Id
: meliputi insting (naluri) dan tidak disadari
Ø
Super ego :
pengontrol Id, Ego dan berhubungan dengan moral dan idial seseorang
Setelah terjadi gabungan ketiganya dan terjadi konflik antara Id, Ego dan
Super ego dan tampaknya tidak normal, dianggap normal oleh pemberi therapy.
Freud melihat sedikit klien tua dan dirinya ragu akan keberhasilan tehnik ini
bagi ketuaan seseorang, hal ini sungguh tidak menguntungkan, untuk
menghilangkan keraguan itu maka usaha yang harus dilakukan adalah mempertahankan
tehnik ini sampai beberapa tahun meskipun kurang berharga bagi klien.
Karena klien merasa tua, maka tehnik itu untuk dirinya dan seandainya
dirinya dapat tumbuh/berubah itu sangat sukar.
Catatan-catatan Gottastm (1980), Freud dan Therapist yang lain, Abraham
(1949) dan Goldfarb (1953) mereka pencetus dan pelopor perubahan dalam therapy
psykoanalitik dengan lanjut usia. Seperti mengenai therapy dukungan,
kreatifitas/therapeutic digunakan untuk memeprtahankan ketergantungan orang tua
dalam pemenuhan kebutuhan dan mengijinkan serta memanfaatkan pemindahan untuk
therapy, siapa pengganti seperti pengganti anak.
Dari kenyataan yang ada sedikit sekali
laporan-laporan yang berhubungan pengetahuan yang mengarah perlakuan
psikoanalitik pada klien usila karena amat tanda-tanda yang ada dan hanya
mempercayakan atas pertimbangan medis/klinis. Hal ini sukar mencapai hasil
akhir yang memuaskan dari pengobatan.
Gottestam (1980 : 788) menyatakan “ini penting
untuk menahan efek dari pemindahan dan menahan perpindahan dan permainan mana
yang boleh adalah penting dan yang melibatkan orang tua dalam therapy daripada
dalam therapy tradisional.
Berdasar pengetahuan saat ini, adalah tidak benar menyimpulkan bahwa klien
yang sudah tua tidak sanggup mencapai pengetahuan yang ada.
7)
Terapi Keluarga
Therapi keluarga adalah pilihan lain yang terbanyak untuk menangani orang
usila yang mengalami masalah komunikasi (Butler dan Lewis, 1981; Hayslip dan
Kooken, 1982 : 246)
“Perubahan-perubahan dalam tugas seperti mengalami pensiun atau menjadi
kakek, masalah-masalah yang disertai penyakit kronik atau akut, masalah sebagai
orang tua tunggal ataupun dengan pasangannya serta timbulnya konflik ketika
orang tua dalam perawatan dirumah oleh anak remaja maka dapat dilakukan
pendekatan dengan melibatkan semua bagian termasuk merumuskan harapan yang
jelas dari perilakunya, meningkatkan komunikasi, mengurangi rasa bersalah,
ketidakpercayaan.”
Therapi keluarga tepat digunakan untuk memulihkan konflik antara orang tua
dan anak disekitar perkawinan dan menjadi kekuatan dalam rumah atupun danya
keterbatasan orang tua dalam merawat anak karena sakit atau perpisahan orang
tua dengan anak yang telah dewasa. Therapi keluarga bisa juga digunakan oleh
individu unutk mengekspresikan perasaan mencari pilihan dan meningkatkan
sensitivitas terhadap pandangan orang lain.
Menurut Hartford (1980) Pengobatan therapy keluarga tradisional banyak
diabaikan pada 3,4,5 generasi dalam keluarga meskipun banyak informasi tersedia
pada keluarga dinamis dan keluarga yang memilikim pola saling tolong-menolong
pada usila (See Sussman, 1976; Troll, Miller dan Atchley, 1979).
Grauer, Betts dan Birnborm (1973) telah berhasil melakukan penyatuan
keluarga sehingga keluarga dapat menempatkan orang-orang usila yang bermaslah
dalam suatu pusat perawatan. Dye dan erber (1981) melaporkan bahwa individu,
kelompok konseling, kelompok konseling keluarga merupakan suatu kontrol tanpa
adanya pegobatan dalam memfasilitasi masa transisi pada perawatan keluarga. Kemungkinan diskusi yang sering
digunakan pada intervensi keluarga telah disediakan, menurut Herr dan weakland
(1979). “Teori system yang menjadikan keluarga sebagai suatu system,
dimana setiap bagian dapat saling mempengaruhi satu sama lainnya. Pendekatanannya
menekankan pada saat ini dan sekarang. Pada waktu sekarang yang saling
mempengaruhi (masalah penagnan terhadap masalah) meliputi anggota keluarga.
Beberapa ahli melihat ada beberapa maslah interaksi pada anggota keluarga
yang usila meliputi orang tua sebagai anggota keluarga, yaitu :
·
Disebabkan orang pada dahulu kala
·
Kealahan peran orang tua anak, dimana anak dewasa harus bertanggung
jawab akan orang tuanya
·
Pertentangan antara pasangan anggota keluarga (contoh : ibu-anak perempuan
melawan ayah).
·
Hubungan simbiotik, dimana orang tua tidak dapat membiarkan anak-anaknya
yang sudah dewasa untuk pergi.
·
Ketidaksinambungan antara harapan orang tua dan
harapan anak anakan orang tuanya.
·
Pengalihan peran, sebagai contoh : pada saat suami
sakit maka istri harus menggantikan pekerjaan suaminya.
·
Rasa takut dan menarik diri pada orang tua dari
orang-orang yang lebih muda kesulitan berkomunikasi, sering muncul pada
saat-saat tertentu seperti saat sakit, kematian dan pensiun.
Agar lebih bermanfaat silahkan download Makalah tersebut pada link dibawah ini, lengkap tinggal lo atur aja!
Post a Comment
Post a Comment