BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anggaran berbasis kinerja sangat erat kaitanya dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, dimana anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan dan diberi masukan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah (Mardiasmo, 2002:61).
Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi ( Indra Bastian, 2010:202). Anggaran dengan pendekatan kinerja menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan anggaran kinerja disusun untuk mencoba mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik (Mardiasmo, 2002:84). Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientsi pada kinerja akan dapat menggangalkan perencanaan yang telah disusun, (Mardiasmo, 2002:61).
Penerapan anggaran berbasis kinerja (ABK) di Indonesia mempunyai tantangan yang tidak ringan karena berubahnya sistem penganggaran. Tantangan yang lebih berat adalah mengubah mind set tidak hanya pada lingkungan Pemerintah (eksekutif), tetapi juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) sebagai lembaga legislatif. Mind set DPRD dalam rangka pembahasan dan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diharapkan juga berubah menjadi output base, tidak lagi input base (Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009:15).
Penyusunan anggaran berbasis kinerja bertujuan untuk dapat meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya dan efektivitas penggunaannya sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah, sehingga dengan adanya anggaran berbasis kinerja tersebut diharapkan anggaran dapat digunakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat mendukung peningkatan tranparansi dan akuntabilitas manajemen sektor publik. Selain itu, anggaran berbasis kinerja memfokuskan pemanfaatan anggaran untuk perbaikan kinerja organiasai yang berpedoman pada prinsip value for money, yang pada dasarnya konsep value for money dapat tercapai apabila organisasi telah menggunakan biaya input paling kecil untuk mencapai output yang optimum dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Mardiasmo, 2002:7).
Akuntabilitas kinerja merupakan salah satu kata kunci bagi terwujudnya good government dalam pengelolaan organisasi publik. Didalam siklus akuntansi sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik. Peroses inilah yang menentukan penilaian keberhasilan sebuah organisasi publik dalam mencapai tujunnya. Akuntabilitas kinerja telah menjadi salah satu item yang tercantum di dalam dasar hukum atau aturan organisasi. Karenanya, organisasi diwajibkan secara hukum untuk memenuhi akuntabilitas organisasinya dengan kinerja yang diperolehnya. Kinerja organisasi dapat diraih dengan mengefektifkan hasil dari proses organisasi, yakni perencanaan, penganggaran, realisasi anggaran, pengadaan barang dan jasa, pelaporan keuangan, audit, serta pertanggungjawaban publik (Indra Bastian, 2010:88).
Dalam akuntabilitas publik, yang menjadi tahapan untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi adalah proses evaluasi kinerja, dimana evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan. Evaluasi kinerja bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang (Lembaga Administrasi Negara RI, 2003:25).
Anggaran berbasis kinerja bisa berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penerapan anggaran berbasis kinerja yang terukur melaui tahapan siklus anggaran harus sesuai dengan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, yakni dimulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan/pertanggungjawaban, dan evaluasi. Dari tahapan tersebut, diharapkan anggaran harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (Haspiarti, 2012).
Penyusunan Rancangan APBD di Pemerintah Kabupaten Buton dimulai dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) dan dituangkan dalam nota kesepakatan Prioritas Plafon Anggaran (PPA) antara Kepala daerah dan DPRD, setelah itu dilakukannya Penyusunan dan penyampaiaan surat edaran Kepala Daerah tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD), setealah adanya surat edaran ini setiap SKPD membuat RKA-SKPD atas program dan kegiatan yang diusulkan pada tahun bersangkutan. Kemudian
dilakukannya penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD dan penyampaiannya, setelah itu dilakukannya evaluasi APBD, ketika dalam proses evaluasi ini APBD yang diajukan diterima, langkah selanjutnya adalah penetapan peraturan Daerah tentang APBD dan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD.
Anggaran pada Instansi Pemerintah, selain berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian, juga berfungsi sebagai instrumen akuntabilitas publik atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program – program yang dibiayai dengan uang publik. Sebagai alat akuntabilitas publik, penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan menggunakan hasil dari dibelanjakannya dana publik tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh gambaran mengenai Kinerja Instansi Pemerintah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti mencoba persepsi pegawai terhadap tahapan-tahapan anggaran berbasis kinerja tersebut, dengan mengangkat judul penelitian “Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan maslah pada penelitian ini adalah :
(1) Bagaimana Pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton?
(2) Bagaimana Pengaruh Pelaksanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton?
(3) Bagaimana Pengaruh Pelaporan/Pertanggungjawaban Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton?
(4) Bagaimana Pengaruh Evaluasi Kinerja terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Untuk Mengetahui Pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton?
2) Untuk Mengetahui Pengaruh Pelaksanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton?
3) Untuk Mengetahui Pengaruh Pelaporan/Pertanggungjawaban Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton?
4) Untuk Mengetahui Pengaruh Evaluasi Kinerja terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Buton?
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain :
a. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
b. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pihak – pihak lain yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Post a Comment
Post a Comment