Studi Kelayakan: Sistem Pengaturan White Balance Otomatis Untuk Rotary Photo Booth Berdasarkan Sensor Cahaya dan ESP32

Post a Comment

 


1. Pendahuluan: Latar Belakang dan Masalah

1.1. Pentingnya White Balance dalam Fotografi

Dalam dunia fotografi, white balance (WB) atau keseimbangan putih adalah sebuah konsep fundamental yang memengaruhi akurasi warna dan kualitas visual sebuah gambar. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa objek berwarna putih dalam sebuah foto benar-benar tampak putih, tanpa adanya bias warna yang tidak diinginkan, yang sering disebut sebagai color cast. Fenomena color cast ini terjadi ketika seluruh gambar memiliki nuansa warna yang dominan, seperti terlalu biru (cool) atau terlalu oranye-kemerahan (warm), yang disebabkan oleh sumber cahaya yang tidak netral.1

Mata manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi secara otomatis terhadap perubahan kondisi pencahayaan. Otak secara naluriah mengoreksi persepsi warna untuk mempertahankan konsistensi, sebuah proses yang dikenal sebagai adaptasi kromatik. Sebagai contoh, selembar kertas putih akan tetap terlihat putih bagi mata kita, baik di bawah sinar matahari yang terik maupun di dalam ruangan yang diterangi lampu pijar.2 Namun, kamera digital tidak memiliki adaptasi bawaan ini. Oleh karena itu, kamera harus disesuaikan, baik secara manual atau melalui fitur otomatis, untuk meniru respons visual manusia dan menghasilkan reproduksi warna yang akurat di bawah berbagai kondisi pencahayaan.3

1.2. Tantangan di Lingkungan Rotary Photo Booth Dinamis

Meskipun fitur Auto White Balance (AWB) pada kamera modern umumnya bekerja dengan baik, fitur ini menghadapi tantangan yang signifikan di lingkungan yang dinamis seperti rotary photo booth. Lingkungan ini dicirikan oleh subjek yang berputar atau bergerak, berinteraksi dengan berbagai sumber cahaya dari berbagai sudut, sehingga menciptakan kondisi pencahayaan lingkungan yang terus berubah.4 Masalah utamanya adalah inkonsistensi warna. Sistem AWB kamera cenderung menyesuaikan pengaturan untuk setiap bidikan secara individual.1 Hal ini dapat menghasilkan perbedaan warna yang signifikan antara foto-foto dalam satu sesi pemotretan yang sama, yang sering kali memerlukan pekerjaan pasca-pemrosesan yang intensif untuk mengoreksinya.1

Dalam fotografi produk 360 derajat, pencahayaan harus konsisten di seluruh putaran untuk menghilangkan bayangan yang mengganggu dan menyorot detail dengan halus.4 Ketika sumber cahaya berubah, bayangan yang keras dapat "menari" pada objek, mengalihkan perhatian pemirsa dan mengaburkan detail.5 Untuk brand dan fotografer profesional, menjaga konsistensi warna di seluruh sesi pemotretan sangat penting untuk mempertahankan gaya visual yang kohesif.1 Solusi manual seperti mengatur suhu Kelvin secara spesifik atau menggunakan kartu abu-abu sering kali tidak praktis dan memerlukan penyesuaian berulang, yang tidak efisien dalam alur kerja

rotary photo booth yang serba cepat.1

1.3. Tujuan dan Ruang Lingkup Proyek

Tujuan utama dari laporan ini adalah untuk menguraikan dan memvalidasi secara konseptual sebuah sistem pengaturan white balance otomatis yang dapat beradaptasi dengan kondisi pencahayaan lingkungan yang dinamis pada rotary photo booth. Sistem ini dirancang untuk mencapai dan mempertahankan konsistensi warna dengan cara secara aktif menyesuaikan pencahayaan eksternal. Perancangan akan berfokus pada penggunaan mikrokontroler ESP32 dan sensor cahaya untuk secara real-time mengukur kondisi pencahayaan, kemudian secara dinamis mengendalikan sumber cahaya eksternal untuk mengoreksi color cast yang terjadi. Ruang lingkup proyek mencakup analisis komponen perangkat keras yang relevan, perancangan arsitektur sistem, dan pengembangan algoritma kontrol yang diperlukan.

 

2. Tinjauan Teoritis: Dasar-Dasar Teknis

2.1. Teori Warna dan Suhu Warna (Kelvin)

Warna dari sebuah sumber cahaya dideskripsikan oleh suhu warna, yang diukur dalam derajat Kelvin (K).2 Meskipun terdengar kontraintuitif, skala Kelvin dalam konteks fotografi berjalan terbalik dengan persepsi suhu biasa: angka Kelvin yang lebih rendah menunjukkan cahaya yang lebih "hangat" (lebih merah atau oranye), sedangkan angka yang lebih tinggi menunjukkan cahaya yang lebih "dingin" (lebih biru).7 Sebagai contoh, cahaya lilin memiliki suhu warna yang sangat rendah, sekitar 1,900K, sementara cahaya matahari di siang hari memiliki suhu sekitar 5,000K hingga 5,500K, dan cahaya di bawah naungan atau hari berawan dapat mencapai 6,500K ke atas.8

Suhu warna sebuah sumber cahaya adalah metrik standar dalam industri fotografi untuk menentukan bagaimana WB harus diatur agar sesuai dengan kondisi pencahayaan. Dengan mengukur dan mengidentifikasi suhu warna dari cahaya yang ada, sistem dapat menentukan koreksi yang diperlukan untuk menghasilkan warna yang netral dan akurat.3

2.2. Modulasi Lebar Pulsa (PWM): Prinsip dan Penerapan

Pulse Width Modulation (PWM) adalah sebuah teknik modulasi yang digunakan untuk mengontrol daya yang dialirkan ke suatu beban listrik, seperti LED atau motor, dengan memanipulasi lebar pulsa sinyal digital.9 Sinyal PWM memiliki tiga parameter utama: frekuensi, resolusi, dan siklus kerja (

duty cycle).9 Frekuensi mengacu pada seberapa cepat sinyal berulang, sedangkan resolusi menentukan jumlah langkah atau level yang dapat digunakan untuk mengatur siklus kerja. Siklus kerja adalah persentase waktu di mana sinyal berada pada kondisi

ON atau HIGH dalam satu periode.12 Dengan mengubah siklus kerja, nilai tegangan rata-rata yang diterima oleh beban dapat bervariasi, sehingga memungkinkan kontrol yang presisi.11

Dalam aplikasi ini, PWM akan digunakan untuk mengendalikan kecerahan LED strip. Semakin tinggi siklus kerja, semakin terang cahaya yang dihasilkan, dan sebaliknya.13 Ini memungkinkan ESP32 untuk secara independen mengatur intensitas cahaya merah, hijau, dan biru (RGB) dari LED strip, yang sangat penting untuk pencampuran warna dan penyesuaian suhu warna.13

Mikrokontroler ESP32 memiliki hardware PWM khusus (LEDC Peripheral) dengan 16 saluran independen.9 Ini memungkinkan kontrol simultan terhadap banyak perangkat, dengan setiap saluran dapat memiliki resolusi dan frekuensi yang berbeda.15 Namun, perlu dipahami bahwa terdapat hubungan terbalik antara frekuensi dan resolusi PWM. Meningkatkan resolusi (misalnya, dari 8-bit ke 16-bit) akan memberikan kontrol yang jauh lebih halus, dengan rentang nilai yang lebih besar (

, di mana adalah resolusi dalam bit), yang sangat penting untuk menghasilkan jutaan kombinasi warna yang berbeda ( juta warna).12 Namun, resolusi yang lebih tinggi akan membatasi frekuensi maksimum yang dapat digunakan.15 Ini menimbulkan tantangan teknis dalam perancangan. Frekuensi PWM yang terlalu rendah dapat menyebabkan efek kedipan (

flicker) yang terlihat, terutama pada video atau fotografi dengan shutter speed yang rendah. Oleh karena itu, pemilihan resolusi dan frekuensi harus merupakan kompromi yang cermat antara akurasi warna yang tinggi dan penghindaran efek kedipan yang tidak diinginkan.

 

3. Analisis dan Pemilihan Komponen Perangkat Keras

3.1. Pemilihan Mikrokontroler: Mengapa ESP32?

Untuk sebuah proyek yang membutuhkan pemrosesan data, konektivitas nirkabel, dan kemampuan kontrol yang fleksibel, pemilihan mikrokontroler menjadi sangat penting. ESP32 menonjol sebagai pilihan yang sangat cocok karena spesifikasinya yang kuat dan fitur-fitur terintegrasi.16

ESP32 dilengkapi dengan prosesor dual-core Tensilica LX6 yang dapat beroperasi hingga 240 MHz, memungkinkannya untuk melakukan tugas-tugas komputasi yang lebih kompleks secara efisien.16 Keberadaan dua inti prosesor ini memberikan keunggulan arsitektur yang signifikan untuk proyek ini. Satu inti dapat didedikasikan untuk loop kontrol kritis, seperti membaca data sensor secara real-time dan menyesuaikan output PWM ke LED. Sementara itu, inti lainnya dapat menangani tugas-tugas non-real-time yang lebih berat, seperti mengelola server web atau komunikasi nirkabel melalui Wi-Fi dan Bluetooth.14 Kemampuan multitasking ini memastikan bahwa sistem dapat beroperasi secara otonom sambil tetap responsif terhadap input dari pengguna atau dari ekosistem IoT (Internet of Things) yang lebih luas.18

Selain itu, ESP32 memiliki jumlah pin General Purpose Input/Output (GPIO) yang fleksibel, yang dapat dikonfigurasi sebagai input analog (ADC), output digital (termasuk PWM), atau antarmuka komunikasi (I2C, SPI).16 Namun, penting untuk dicatat adanya batasan pada pin ADC, di mana GPIO 34-39 adalah pin khusus input dan tidak dapat digunakan untuk fungsi output seperti PWM.9

Berikut adalah tabel perbandingan yang menunjukkan keunggulan ESP32 dibandingkan dengan mikrokontroler lain yang umum digunakan dalam proyek serupa:

Fitur / Mikrokontroler

ESP32

Arduino UNO

Raspberry Pi Pico

Prosesor

Dual-core LX6 @ 240 MHz

Single-core AVR @ 16 MHz

Dual-core Cortex-M0+ @ 133 MHz

Memori

520 KB SRAM, 4 MB Flash

2 KB SRAM, 32 KB Flash

264 KB SRAM, 2 MB Flash

Konektivitas

Wi-Fi, Bluetooth/BLE

Tidak Ada

Tidak Ada

Pin ADC

15 pin (12-bit)

6 pin (10-bit)

3 pin (12-bit)

Saluran PWM

16 saluran

6 saluran

24 saluran

Dukungan I2C

2 antarmuka

1 antarmuka

2 antarmuka

Komentar

Kuat untuk multitasking dan IoT, pin ADC non-linear.

Sederhana, mudah digunakan, performa terbatas.

Berorientasi performa, tanpa konektivitas nirkabel terintegrasi.

3.2. Pemilihan Sensor Cahaya: Justifikasi Pemilihan TCS34725

Pemilihan sensor cahaya yang tepat adalah kunci untuk keberhasilan sistem ini. Berbagai jenis sensor cahaya memiliki karakteristik yang berbeda:

·         LDR (Light Dependent Resistor): Merupakan komponen pasif yang resistansinya menurun seiring dengan peningkatan intensitas cahaya.20 LDR sangat sederhana dan murah, tetapi memiliki respons yang lambat dan tidak sensitif terhadap spektrum warna.20 Hal ini membuatnya tidak cocok untuk aplikasi yang memerlukan respons real-time dan pengukuran suhu warna yang akurat.

·         Fotodioda: Merupakan perangkat semikonduktor yang mengonversi cahaya menjadi arus listrik.20 Fotodioda menawarkan respons yang sangat cepat dan presisi tinggi.20 Namun, area aktifnya relatif kecil dan sensitivitasnya rendah pada pencahayaan rendah, sehingga seringkali memerlukan rangkaian amplifikasi eksternal.22 Selain itu, fotodioda standar tidak dirancang untuk membedakan antara panjang gelombang cahaya yang berbeda, sehingga kurang ideal untuk pengukuran suhu warna.

Berdasarkan analisis ini, sensor TCS34725 adalah pilihan yang paling unggul. Sensor ini adalah konverter cahaya-ke-digital RGBC (merah, hijau, biru, dan bening) yang terintegrasi penuh.23 Sensor ini memiliki fitur-fitur penting yang menjustifikasi kepilihannya:

·         Sensitivitas dan Akurasi Tinggi: TCS34725 memiliki resolusi 16-bit per saluran, yang memungkinkan pengukuran intensitas cahaya yang sangat akurat.23

·         Penyaringan IR: Sensor ini memiliki filter pemblokir inframerah (IR) terintegrasi yang meminimalkan gangguan dari spektrum IR, memastikan bahwa pembacaan warna yang dihasilkan lebih akurat dan setia pada spektrum cahaya tampak.24

·         Fungsionalitas Terintegrasi: TCS34725 tidak hanya menghasilkan data RGB mentah, tetapi juga dapat secara internal menghitung suhu warna (dalam Kelvin) dan iluminasi (dalam Lux).23 Hal ini sangat menyederhanakan tugas pemrosesan pada ESP32, karena mikrokontroler tidak perlu melakukan perhitungan kompleks dari data mentah.

·         Komunikasi Efisien: Komunikasi dengan ESP32 dilakukan melalui antarmuka I2C, yang hanya membutuhkan dua pin GPIO (SDA dan SCL), sehingga menyisakan banyak pin untuk fungsi lainnya.23

Berikut adalah tabel perbandingan yang merangkum keunggulan sensor TCS34725:

Jenis Sensor

Kecepatan Respons

Sensitivitas Warna

Output Data

Kebutuhan Kalibrasi

LDR

Lambat

Tidak

Resistansi analog

Sensitivitas rendah

Fotodioda

Sangat Cepat

Tidak

Arus/tegangan analog

Membutuhkan amplifikasi

TCS34725

Cepat

RGBC (merah, hijau, biru, bening)

Digital (RGB, Kelvin, Lux)

Kalibrasi diperlukan untuk akurasi optimal

3.3. Sistem Pencahayaan (LED) dan Driver

Untuk secara efektif menerangi subjek dalam rotary photo booth, sistem ini memerlukan sumber cahaya yang kuat dan fleksibel. LED strip RGB berdaya tinggi adalah pilihan yang ideal karena kemampuannya untuk menghasilkan berbagai warna.27 Namun, LED strip ini membutuhkan arus yang jauh lebih besar (hingga ratusan miliampere atau bahkan lebih) daripada yang dapat disuplai langsung oleh pin GPIO mikrokontroler ESP32, yang biasanya dibatasi hingga sekitar 20 mA.28

Oleh karena itu, penggunaan driver eksternal sangatlah penting. Metal-Oxide Semiconductor Field-Effect Transistor (MOSFET) adalah komponen yang sangat cocok untuk peran ini.29 MOSFET berfungsi sebagai "penguat gerbang logika", memungkinkan sinyal kontrol tegangan rendah dari pin PWM ESP32 (3.3V) untuk mengendalikan arus yang jauh lebih besar dari sumber daya eksternal ke LED strip.29 Ini memungkinkan kontrol kecerahan yang presisi melalui sinyal PWM, tanpa membebani ESP32.28

 

4. Perancangan Sistem dan Algoritma Kontrol

4.1. Arsitektur Sistem

Sistem pengaturan white balance otomatis ini terdiri dari tiga blok fungsional utama yang saling terhubung:

1.      Sensor Input: Sensor warna TCS34725 yang bertanggung jawab untuk mengukur kondisi pencahayaan lingkungan, mengonversi data cahaya yang terdeteksi menjadi nilai digital RGB, iluminasi, dan suhu warna.23

2.      Unit Pemrosesan Pusat: Mikrokontroler ESP32 yang membaca data dari sensor, memprosesnya melalui algoritma kontrol, dan menghasilkan sinyal PWM yang sesuai.9

3.      Unit Output: Sistem pencahayaan LED strip RGB berdaya tinggi, yang kecerahan setiap salurannya (merah, hijau, biru) dikendalikan oleh sinyal PWM dari ESP32 melalui driver MOSFET.29

4.2. Algoritma Kontrol Utama

Algoritma kontrol yang diusulkan bekerja dalam tiga langkah utama:

Langkah 1: Pembacaan Data Sensor

ESP32 memulai proses dengan berkomunikasi dengan sensor TCS34725 melalui antarmuka I2C untuk membaca nilai suhu warna dalam Kelvin dan intensitas cahaya dalam Lux.23 Sensor TCS34725 dapat secara internal mengonversi data RGBC mentah menjadi Kelvin menggunakan formula matematis (misalnya, formula McCamy).31 Akurasi pembacaan ini dapat ditingkatkan dengan menyesuaikan waktu integrasi dan penguatan sensor untuk kondisi cahaya yang dinamis.25

Langkah 2: Proses Kalibrasi dan Konversi

Nilai Kelvin yang diperoleh dari sensor memberikan informasi tentang suhu warna cahaya yang masuk. Namun, nilai ini tidak dapat langsung diterjemahkan ke dalam nilai PWM untuk LED strip, karena beberapa alasan. Pertama, algoritma internal sensor mengasumsikan spektrum cahaya yang ideal, yang jarang terjadi pada sumber cahaya buatan, sehingga dapat menghasilkan pembacaan yang tidak sepenuhnya akurat.31 Kedua, respons cahaya dari setiap LED strip RGB dapat bervariasi karena perbedaan pabrikan dan variasi produksi. Oleh karena itu, hubungan antara nilai Kelvin yang terdeteksi dan nilai PWM yang diperlukan untuk mencapai

white balance yang diinginkan bukanlah linear.33

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan proses kalibrasi tingkat sistem. Metodologi yang paling efektif adalah menggunakan kartu abu-abu atau kartu putih standar sebagai titik referensi.2 Dalam lingkungan pencahayaan yang terkontrol, sistem akan mengukur nilai Kelvin dari kartu abu-abu dan kemudian secara manual menyesuaikan nilai PWM untuk LED merah, hijau, dan biru hingga kartu tersebut tampak netral di kamera. Nilai-nilai ini kemudian akan direkam dalam tabel kalibrasi atau dipetakan menggunakan fungsi matematis.

Tabel berikut mengilustrasikan konsep kurva kalibrasi:

Suhu Warna Target (K)

Pembacaan RGB Sensor Terkalibrasi

Nilai PWM RGB Terkalibrasi (0-255)

2700K (Lampu Pijar)

5000K (Siang Hari)

7000K (Berawan)

Dengan tabel kalibrasi ini, sistem dapat menerjemahkan setiap pembacaan Kelvin dari sensor (Langkah 1) menjadi set nilai PWM RGB yang spesifik, memastikan pencahayaan eksternal yang konsisten untuk mencapai white balance yang optimal.

Langkah 3: Penerapan PWM

Setelah nilai PWM RGB yang terkalibrasi dihitung, ESP32 akan mengaplikasikannya ke pin-pin GPIO yang terhubung dengan driver MOSFET menggunakan fungsionalitas PWM bawaan (LEDC).14 Perlu diperhatikan bahwa jenis LED strip akan menentukan bagaimana nilai PWM harus diterapkan. Untuk LED strip

common-anode (di mana pin positifnya terhubung bersama), nilai PWM perlu dibalik: nilai 0 akan memberikan kecerahan penuh, sementara nilai 255 akan mematikan LED.28 Untuk LED strip

common-cathode, nilai PWM bekerja secara langsung (0 = mati, 255 = terang penuh).

 

5. Implementasi dan Pembahasan Tantangan

5.1. Skema Rangkaian Elektronik

Skema rangkaian sistem ini menghubungkan komponen-komponen utama secara logis. Sensor TCS34725 terhubung ke ESP32 melalui pin I2C (SDA dan SCL).23 Sumber daya eksternal (misalnya, 12V atau 24V) memasok daya ke LED strip.28 Tiga pin GPIO yang mendukung PWM pada ESP32 (masing-masing untuk merah, hijau, dan biru) terhubung ke gerbang (

gate) dari tiga driver MOSFET.29 Kaki

drain dari setiap MOSFET kemudian terhubung ke saluran warna (R, G, B) pada LED strip, sementara kaki source terhubung ke ground. Ini memungkinkan ESP32 untuk mengontrol aliran arus yang besar ke LED strip secara aman.30

5.2. Tantangan dan Strategi Mengatasinya

Implementasi proyek ini memiliki beberapa tantangan teknis yang perlu diatasi:

·         Non-Linearitas dan Kalibrasi ADC ESP32: ESP32 dikenal memiliki perilaku ADC yang non-linear, dan tegangan referensi internalnya (Vref) dapat bervariasi antara 1000 mV dan 1200 mV antar chip.35 Untuk aplikasi yang membutuhkan presisi tinggi, seperti pembacaan sensor cahaya, variasi ini dapat menyebabkan ketidakakuratan yang signifikan.35 Espressif menyediakan API kalibrasi ADC yang memanfaatkan nilai yang tersimpan dalam

eFuse pada chip yang lebih baru untuk mengoreksi pembacaan ini secara matematis.36 Mengimplementasikan kalibrasi ini sangat penting untuk memastikan pembacaan sensor yang konsisten dan akurat.

·         Gangguan Lingkungan: Sinyal PWM yang berfrekuensi tinggi dapat menghasilkan noise listrik yang dapat mengganggu pembacaan sensor. Strategi untuk mengatasi hal ini termasuk penempatan komponen yang hati-hati (memisahkan jalur sinyal digital dan analog) dan penggunaan kapasitor untuk meredam riak dan noise pada jalur daya.36

5.3. Pengembangan Perangkat Lunak

Pengembangan perangkat lunak untuk sistem ini dapat disederhanakan dengan memanfaatkan perpustakaan (library) yang sudah ada. Perpustakaan seperti Adafruit TCS34725 akan menangani komunikasi I2C dengan sensor, sementara perpustakaan FastLED atau fungsi PWM bawaan ESP32 (LEDC) dapat digunakan untuk mengendalikan LED strip.15 Struktur kode konseptual akan melibatkan sebuah loop utama yang secara terus-menerus membaca data sensor, memprosesnya melalui tabel kalibrasi yang telah ditentukan sebelumnya, dan kemudian menyesuaikan output PWM untuk mempertahankan white balance yang konstan.

 

6. Kesimpulan dan Rekomendasi Masa Depan

6.1. Ringkasan Temuan

Berdasarkan analisis teknis yang mendalam, dapat disimpulkan bahwa perancangan sebuah sistem pengaturan white balance otomatis untuk rotary photo booth menggunakan mikrokontroler ESP32 dan sensor cahaya TCS34725 adalah sebuah konsep yang teknisnya layak. Sistem ini secara efektif mengatasi masalah inkonsistensi warna yang timbul dari lingkungan pencahayaan yang dinamis, yang merupakan kelemahan utama dari fitur Auto White Balance kamera bawaan. Pemilihan komponen-komponen kunci—ESP32 karena kemampuan pemrosesan dual-core dan fitur nirkabelnya, sensor TCS34725 karena akurasi warna dan fungsionalitas terintegrasinya, dan driver MOSFET untuk mengendalikan daya tinggi—semuanya didukung oleh pertimbangan teknis yang kuat.

Perancangan algoritma kontrol yang menggabungkan pembacaan sensor, kalibrasi tingkat sistem, dan penyesuaian PWM yang presisi membentuk fondasi yang kokoh untuk sistem yang fungsional dan akurat. Mengatasi tantangan seperti non-linearitas ADC ESP32 dan gangguan sinyal PWM merupakan langkah krusial untuk memastikan kinerja sistem yang optimal.

6.2. Rekomendasi untuk Pengembangan Lebih Lanjut

Untuk pengembangan lebih lanjut, disarankan untuk mengintegrasikan antarmuka pengguna (UI) ke dalam sistem. ESP32 dapat meng-host server web 14 atau terhubung ke aplikasi seluler melalui Bluetooth 18, memungkinkan fotografer untuk melakukan kontrol manual, memantau data sensor secara

real-time, dan bahkan melakukan proses kalibrasi sistem dengan lebih mudah. Kemampuan untuk mengontrol sistem dari jarak jauh juga akan meningkatkan kenyamanan dan efisiensi dalam penggunaan profesional.

Selain itu, eksplorasi algoritma kontrol yang lebih canggih, seperti yang mampu secara cerdas mengelola situasi di mana ada banyak sumber cahaya dengan suhu warna yang berbeda, juga direkomendasikan.8 Hal ini akan semakin meningkatkan ketahanan dan adaptabilitas sistem di berbagai skenario pencahayaan.

 


Related Posts

Post a Comment

PERCAYALAH KAMU BISA, KARENA DENGAN KEPERCAYAAN USAHA UNTUK BELAJAR SEMAKIN TERDORONG
Subscribe Our Newsletter